Bendungan
gerak Pamarayan berlokasi di Jl. Raya Pamarayan - Panyabrangan Kecamatan pamarayan kabupaten serang provinsi banten, yang selesai
dibangun pada tahun 1997 ini merupakan pengganti dari bendung lama yang
dibangun pada zaman pemerintahan Belanda. Namun disayangkan bendungan tersebut
sudah mengalami kerusakan berat pada tahun 1994. Bendungan Pamarayan baru
dengan model bendungan gerak ini, menggunakan teknologi modern, yaitu dengan
menggunakan pintu gerak yang dikendalikan secara otomatis melalui tenaga
listrik dengan daya yang tinggi.
Bendungan atau Dam Pamarayan merupakan salah satu peninggalan arsitektur masa kolonial Belanda di Banten yang masih kokoh berdiri. Bendungan pamarayan memiliki 10 buah pintu pengatur air terbuat dari lempengan baja yang masing-masing diapit oleh tiang-tiang kokoh dengan tiga bangunan berbentuk menara, fungsinya sebagai ruang mesin untuk menurunkan dan menaikan pintu-pintu air tersebut.
Sejarah singkatnya, sebelum pemerintah Belanda membangun jaringan dam Pamarayan, Sultan Ageng Tirtayasa pada abad ke 17 telah lebih dulu membangun jaringan irigasi kecil yang sangat sederhana yang kemudian dikenal sebagai Kanal Sultan. Kanal sultan menyadap air kali Cidurian ke arah kiri untuk mengairi dataran rendah tanara. Di samping kanal sultan terdapat beberapa jaringan-jaringan irigasi kecil yang menyadap air dari kali-kali kecil seperti Cibongor, Cicauk Cisaid, Ciwaka dan Cipare. Luas daerah yang dapat dilayani oleh irigasi-irigasi kecil ini hanya sebagian kecil saja dari areal persawahan yang ada pada saat itu, selebihnya masih berupa lahan persawahan tadah hujan.
Untuk meredam pergolakan yang selalu timbul di Banten, pemerintah hindia belanda merencanakan pembangunan jaringan irigasi untuk mengairi dataran banten utara yang meliputi dataran rendah pantai utara jawa disebelah barat Kali Ciujung sampai ke Selat Sunda. Pengukuran topografi, Hidrometri dan pengumpulan data dasar untuk perencanaan jaringan irigasi dimulai pada tahun 1896. Sementara pembangunan fisik jaringan irigasi baru dimulai pada tahun 1905. Bangunan utama irigasi ini berupa sebuh bendungan didekat Desa Pamarayan di Kali Ciujung, karena itu bangunan ini dinamakan bangunan Pamarayan, jaringan irigasinya dinamakan irigasi Ciujung Pamarayan. Bendungan yang semula direncanakan sebagai bendungan tetap, setelah dikerjakan selama 5 tahun kemudian dirubah untuk dibangun menjadi bendungan gerak. selain itu pembangunan bendungan yang semula direncanakan dibangun langsung diatas sungai tanpa perlu membuat saluran pengelak, ternyata setelah 4 tahun pembangunan berjalan selalu mengalami kegagalan dalam pembuatan sumur bangunan sehingga diputuskan untuk membuat saluran pengelak.
Jaringan irigasi saluran induk kiri memiliki daerah oncoran sekitar 24.000 hektar dan jaringan irigasi saluran induk kanan dengan daerah oncoran sekitar 7.000 hektar, pembangunan jaringan irigasi Ciujung Pamarayan dengan luas daerah pelayanan sekitar 31.000 hektar memakan waktu 30 tahun. Awalnya pemerintah Kolonial Belanda hanya ingin mengambil rempah-rempah, tetapi seiring waktu, Belanda berinisiatif membuat jembatan untuk pengairan di lahan pertanian dan untuk mempermudah mobilitas mereka dalam mengambil rempah-rempah di daerah tersebut. Jembatan tersebut dibangun tahun 1901 faktanya tertulis pada Almanak yang tertera pada salah satu pintu air. Jembatan ini biasa disebut dengan nama Jembatan Putih atau Bendung Pamarayan Lama.
Bendung Pamarayan Lama mempunyai beberapa bagian bangunan antara lain, saluran
irigasi sepanjang ratusan meter yang dilengkapi dengan 10 pintu air berukuran
raksasa dengan diameter setiap pintu mencapai 10 meter lebih yang merupakan
bangunan utama. Selain itu Bendung Pamarayan lama juga memiliki dua menara yang
terletak disisi kanan dan kiri bendungan. Untuk menggerakkan
setiap pintu air yang dibuat dari baja tersebut, pemerintah Belanda menggunakan
rantai mirip rantai motor yang berukuran besar. Sepuluh rantai dikaitkan pada
roda gigi elektrik yang terletak dibagian atas bendungan. Roda-roda gigi yang
berfungsi untuk menggerakkan pintu air berjumlah puluhan di dalam 30 bok
tipe 1,2 dan 3 (berukuran sedang) dan roda gigi tipe 4 dan 5 (berukuran
besar). Setidaknya ada 20 as kopel berdiameter sekitar 7cm dan panjang 1,5m
sebagai penghubung roda gigi disetiap pintu air.
Pada masa itu yang mengerjakan jembatan tersebut adalah orang-orang pribumi dan para pekerja dari daerah jawa yang dibawa oleh orang Belanda. Proyek bendungan ini selesai dikerjakan pada tahun 1914 dan air mulai disalurkan pada tahun 1918, disamping bendungan ini terdapat bangunan yang digunakan oleh Kolonial Belanda untuk membayar upah para pekerja atau biasa disebut dengan dalam bahasa Sunda tempat ”pamayaran ”. Seiring dengan perkembangan zaman dan taraf kehidupan sosial serta pendidikan masyarakat sekiar bendungan, sebutan pamayaran kini mengalami perubahan sedikit demi sedikit dan akhirnya menjadi Pamarayan yang kini menjadi nama sebuah Kecamatan di Kabupaten Serang, Provinsi banten.
Setelah mengalami renovasi kini wajah bendungan pamarayan telah berubah menjadi lebih modern dan multifungsi bukan hanya untuk jaringan irigasi dan pengendali banjir tapi juga sudah menjadi daerah tujuan wisata khususnya bagi masyarakat daerah Kabupaten Serang karena selain bisa melihat bangunan peninggalan belanda juga bisa dijadikan tempat refreshing dengan lapangan rumputnya yang hijau, bendungan ini ramai dikunjungi wisatawan lokal harinya, terlebih lagi pada malam minggu dan pada sore hari Lebih ramai orang berdatangan adalah ketika mau bedolan atau bendungan dibuka setiap setahun sekali, ribuan orang datang dari wilayah Serang untuk berebut ikan di Bendungan Pamarayan yang dikeringkan, biasanya acara tersebut dihadiri Pejabat Pemerintah baik dari Provinsi Banten maupun dari Kabupaten Serang
Pada masa itu yang mengerjakan jembatan tersebut adalah orang-orang pribumi dan para pekerja dari daerah jawa yang dibawa oleh orang Belanda. Proyek bendungan ini selesai dikerjakan pada tahun 1914 dan air mulai disalurkan pada tahun 1918, disamping bendungan ini terdapat bangunan yang digunakan oleh Kolonial Belanda untuk membayar upah para pekerja atau biasa disebut dengan dalam bahasa Sunda tempat ”pamayaran ”. Seiring dengan perkembangan zaman dan taraf kehidupan sosial serta pendidikan masyarakat sekiar bendungan, sebutan pamayaran kini mengalami perubahan sedikit demi sedikit dan akhirnya menjadi Pamarayan yang kini menjadi nama sebuah Kecamatan di Kabupaten Serang, Provinsi banten.
Setelah mengalami renovasi kini wajah bendungan pamarayan telah berubah menjadi lebih modern dan multifungsi bukan hanya untuk jaringan irigasi dan pengendali banjir tapi juga sudah menjadi daerah tujuan wisata khususnya bagi masyarakat daerah Kabupaten Serang karena selain bisa melihat bangunan peninggalan belanda juga bisa dijadikan tempat refreshing dengan lapangan rumputnya yang hijau, bendungan ini ramai dikunjungi wisatawan lokal harinya, terlebih lagi pada malam minggu dan pada sore hari Lebih ramai orang berdatangan adalah ketika mau bedolan atau bendungan dibuka setiap setahun sekali, ribuan orang datang dari wilayah Serang untuk berebut ikan di Bendungan Pamarayan yang dikeringkan, biasanya acara tersebut dihadiri Pejabat Pemerintah baik dari Provinsi Banten maupun dari Kabupaten Serang
Tag :
info guru
0 Komentar untuk "Asal Usul Jembatan Pamarayan"