sejarah filsafat barat

Sejarah filsafat Barat

Sejarah filsafat Barat dibagi dalam empat periode besar:
I. Jaman Kuno
1. Permulaan: Filsafat Pra-Sokrates di Yunani
Sejarah filsafat Barat mulai Milete, di Asia kecil, sekitar tahun 600 S.M. Pada waktu itu Milete merupakan kota yang penting, di mana banyak jalur perdagangan bertemu di Mesir, Itali, Yunani dan Asia. Juga banyak ide bertemu di sini, sehingga Milete juga menjadi suatu pusat intelektual. Pemikir-pemikir besar di Milete lebih-lebih menyibukkan diri dengan filsafat alam. Mereka mencari suatu unsur induk (“archè”) yang dapat dianggap sebagai asal segala sesuatu. Menurut Thales (± 600 S.M.) air-lah yang merupakan unsur induk ini. Menurut Anaximander (± 610-540 S.M.), segala sesuatu berasal dari “yang tak terbatas”, dan menurut Anaximenes (± 585-525 S.M.) udara-lah yang merupakan unsur induk segala sesuatu. Pythagoras (± 500 S.M.) yang mengajar di Itali Selatan, adalah orang pertama yang menamai diri “filsuf”. Ia memimpin suatu sekolah filsafat yang kelihatannya sebagai suatu biara di bawah perlindungan dari dewa Apollo. Sekolah Pythagoras sangat penting untuk perkembangan matematika. Ajaran falsafinya mengatakan antara lain bahwa segala sesuatu terdiri dari “bilangan-bilangan”: struktur dasar kenyataan itu “ritme”.
Dua nama lain yang penting dari periode ini adalah Herakleitos (± 500 S.M.) dan Parmenides (515-440 S.M.). Herakleitos mengajarkan bahwa segala sesuatu “mengalir” (“panta rhei”): segala sesuatu berubah terus-menerus seperti air dalam sungai. Parmenides mengatakan bahwa kenyataan justru memang tidak berubah. Segala sesuatu yang betul-betul ada, itu kesatuan mutlak yang abadi dan tak terbagikan.
2. Puncak Jaman Klasik: Sokrates, Plato, Aristoteles
Puncak filsafat Yunani dicapai pada Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates (± 470-400 S.M.), guru Plato, mengajar bahwa akal budi harus menjadi norma terpenting untuk tindakan kita. Sokrates sendiri tidak menulis apa-apa. Pikiran-pikirannya hanya dapat diketahui secara tidak langsung melalui tulisan-tulisan dari cukup banyak pemikir Yunani lain, terutama melalui karya Plato. Plato (428-348 S.M.) menggambarkan Sokrates sebagai seorang alim yang mengajar bagaimana manusia dapat menjadi berbahagia berkat pengetahuan tentang apa yang baik.
Plato sendiri menentukan, bersama Aristoteles, bagi sebagian besar dari seluruh sejarah filsafat Barat selama lebih dari dua ribu tahun. Dunia yang kelihatan, menurut Plato, hanya merupakan bayangan dari dunia yang sungguh-sungguh, yaitu dunia ide-ide yang abadi. Jiwa manusia berasal dari dunia ide-ide. Jiwa di dunia ini terkurung di dalam tubuh. Keadaan ini berarti keterasingan. Jiwa kita rindu untuk kembali ke “surga ide-ide”. Kalau jiwa “mengetahui” sesuatu, pengetahuan ini memang bersifat “ingatan”. Jiwa pernah berdiam dalam kebenaran dunia ide-ide, dan oleh karena itu pengetahuan mungkin sebagai hasil “mengingat”.
1. Filsafat Plato merupakan perdamaian antara ajaran Parmenides dan ajaran Herakleitos. Dalam dunia ide-ide segala sesuatu abadi, dalam dunia yang kelihatan, dunia kita yang tidak sempurna, segala sesuatu mengalami perubahan. Filsafat Plato, yang lebih bersifat khayal daripada suatu sistem pengetahuan, sangat dalam dan sangat luas dan meliputi logika, epistemolgi, antropologi, teologi, etika, politik, ontologi, filsafat alam dan estetika.
Aristoteles (384-322 S.M.), pendidik Iskandar Agung, adalah murid Plato. Tetapi dalam banyak hal ia tidak setuju dengan Plato. Ide-ide menurut Aristoteles tidak terletak dalam suatu “surga” di atas dunia ini, melainkan di dalam benda-benda sendiri. Setiap benda terdiri dari dua unsur yang tak terpisahkan, yaitu materi (“hylè”) dan bentuk (“morfè”). Bentuk-bentuk dapat dibandingkan dengan ide-ide dari Plato. Tetapi pada Aristoteles ide-ide ini tidak dapat dipikirkan lagi lepas dari materi. Materi tanpa bentuk tidak ada. Bentuk-bentuk “bertindak” di dalam materi. Bentuk-bentuk memberi kenyataan kepada materi dan sekaligus merupakan tujuan dari materi. Filsafat Aristoteles sangat sistematis. Sumbangannya kepada perkembangan ilmu pengetahuan besar sekali. Tulisan-tulisan Aristoteles meliputi bidang logika, etika, politik, metafisika, psikologi dan ilmu alam.
2. Helenisme
Iskandar Agung mendirikan kerajaan raksasa, dari India Barat sampai Yunani dan Mesir. Kebudayaan Yunani yang membanjiri kerajaan ini disebut Hellenisme (dari kata “Hellas”, “Yunani”). Helenisme yang masih berlangsung juga selama kerajaan Romawi, mempunyai pusat intelektualnya di tiga kota besar: Athena, Alexandria (di Mesir) dan Antiochia (di Syria). Tiga aliran filsafat yang menonjol dalam jaman Helenisme, yaitu Stoisisme, Epikurisme dan Neo-platonisme.
Stoisisme (diajar oleh a.l. Zeno dari Kition, 333-262 S.M.) terutama terkenal karena etikanya. Etika Stoisisme mengajarkan bahwa manusia menjadi berbahagia kalau ia bertindak sesuai dengan akal budinya. Kebahagiaan itu sama dengan keutamaan. Kalau manusia bertindak secara rasional, kalau ia tidak dikuasai lagi oleh perasaan-perasaannya, maka ia bebas berkat ketenangan batin yang oleh Stoisisme disebut “apatheia”.
Epikurisme (dari Epikuros, 341-270 S.M) juga terkenal karena etikanya. Epikurisme mengajar bahwa manusia harus mencari kesenangan sedapat mungkin. Kesenangan itu baik, asal selalu sekadarnya. Karena “kita harus memiliki kesenangan, tetapi kesenangan tidak boleh memiliki kita”. Manusia harus bijaksana. Dengan cara ini ia akan memperoleh kebebasan batin.
Neo-platonisme. Seorang filsuf Mesir, Plotinos (205-270 M.), mengajarkan suatu filsafat yang sebagian besar berdasarkan Plato dan yang kelihatan sebagai suatu agama. Neo-platonisme ini mengatakan bahwa seluruh kenyataan merupakan suatu proses “emanasi” (“pendleweran”) yang berasal dari Yang Esa dan yang kembali ke Yang Esa, berkat “eros”: kerinduan untuk kembali ke asal ilahi dari segala sesuatu.
3. Jaman Patristik dan Skolastik
. Jaman Patristik, atau pemikiran para Bapa Gereja
Patristik (dari kata Latin “Patres”, “Bapa-bapa Gereja”) dibagi atas Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik Barat). Tokoh-tokoh dari Patristik Yunani antara lain Clemens dari Aleksandria (150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari Nazianze (330-390), Basillus (330-379), Gregorius dari Nizza (335-394) dan Dionysios Areopagita (± 500). Tokoh-tokoh dari Patristik Latin terutama Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430).
Ajaran falsafi-teologis dari Bapa-bapa Gereja menunjukkan pengaruh Plotinos. Mereka berusaha untuk memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Mereka berhasil membela ajaran Kristiani terhadap tuduhan dari pemikir-pemikir kafir. Tulisan-tulisan Bapa-bapa Gereja merupakan suatu sumber yang kaya dan luas ynng sekarang masih tetap memberi inspirasi baru.
5. Jaman Skolastik
Sekitar tahun 1000 peranan Plotinos diambil alih oleh Aristoteles. Aristoteles menjadi terkenal kembali melalui beberapa filsuf Islam dan Yahudi, terutama melalui Avicena (Ibn sina, 980-1037), Averroes (Ibn Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles lama-kelamaan begitu besar sehingga ia disebut “Sang Filsuf”, sedangkan Averroes disebut “Sang komentator”. Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan iman Kristiani menghasilkan banyak filsuf penting. Mereka sebagian besar berasal dari kedua ordo baru yang lahir dalam Abad Pertengahan, yaitu para Dominikan dan Fransiskan.
Filsafat mereka disebut Skolastik (dari kata Latin, “scholasticus”, “guru”). Karena, dalam periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang tetap dan yang bersifat internasional. Tokoh-tokoh dari Skolastik itu lebih-lebih Albertus Magnus O.P. (1220-1280), Thomas Aquinas O.P. (1225-1274), Bonaventura O.F.M. (1217-1274) dan Yohanes Duns Scotus O.F.M. (1266-1308). Tema-tema pokok dari ajaran mereka itu: hubungan iman-akal budi, adanya dan hakikat Tuhan, antropologi, etika dan politik. Ajaran skolastik dengan sangat bagus diungkapkan dalam pusisi Dante Alighieri (1265-1321).
III. Jaman modern
1. Jaman Renaissance
Jembatan antara Abad Pertengahan dan Jaman Modern, periode antara sekitar 1400 dan 1600, disebut quot;renaissance” (jaman “kelahiran kembali”). Dalam jaman renaissance, kebudayaan klasik dihidupkan kembali. Kesusasteraan, seni dan filsafat mencapi inspirasi mereka dalam warisan Yunani-Romawi. Filsuf-filsuf terpenting dari rainassance itu adalah Nicollo Macchiavelli (1469-1527), Thomas Hobbes (1588-1679), Thomas More (1478-1535) dan Francis Bacon (1561-1626).
Pembaharuan terpenting yang kelihatan dalam filsafat renaissance itu “antroposentris”-nya. Pusat perhatian pemikiran itu tidak lagi kosmos, seperti dalam jaman kuno, atau Tuhan, seperti dalam Abad Pertengahan, melainkan manusia. Mulai sekarang manusia-lah yang dianggap sebagai titik fokus dari kenyataan.
3. Jaman Barok
Filsuf-filsuf dari Jaman Barok: René Descartes (1596-1650), Barukh de Spinoza (1632-1677) dan Gottfried Leibniz (1646-1710). Filsuf-filsuf ini menekankan kemungkinan-kemungkinan akal budi (“ratio”) manusia. Mereka semua juga ahli dalam bidang matematika, dan mereka semua menyusun suatu sistem filsafat dengan menggunakan metode matematika.
4. Jaman Fajar Budi
Abad kedelapan belas memperlihatkan perkembangan baru lagi. Setelah reformasi, setelah renaissance dan setelah rasionalisme dari Jaman Barok, manusia sekarang dianggap “dewasa”. Periode ini dalam sejarah Barat disebut “Jaman Pencerahan” atau “Fajar Budi” (dalam bahasa Inggris, “Enlightenment”, dalam bahasa Jerman, “Aufkl&0228;rung”). Filsuf-filsuf besar dari jaman ini di Inggris “empirikus-empirikus” seperti John Locke (1632-1704), George Berkeley (1684-1753) dan David Hume (1711-1776). Di Perancis Jean Jacque Rousseau (1712-1778) dan di Jerman Immanuel Kant (1724-1804), yang menciptakan suatu sintesis dari rasionalisme dan empirisme dan yang dianggap sebagai filsuf terpenting dari jaman modern.
5. Jaman Romantik
Filsuf-filsuf besar dari Romantik lebih-lebih berasal dari Jerman, yaitu J. Fichte (1762-1814), F. Schelling (1775-1854) dan G.W.F. Hegel (1770-1831). Aliran yang diwakili oleh ketiga filsuf ini disebut “idealisme”. Dengan idealisme di sini dimaksudkan bahwa mereka memprioritaskan ide-ide, berlawanan dengan “materialisme” yang memprioritaskan dunia material. Yang terpenting dari para idealis kedua puluh harus dianggap sebagai lanjutan dari filsafat Hegel, atau justru sebagai reaksi terhadap filsafat Hegel.
IV. Masa Kini
Dalam abad ketujuh belas dan kedelapan belas sejarah filsafat Barat memperlihatkan aliran-aliran yang besar, yang mempertahankan diri lama dalam wilayah-wilayah yang luas, yaitu rasionalisme, empirisme dan idealisme. Dibandingkan dengan itu, filsafat Barat dalam abad kesembilan belas dan kedua puluh kelihatan terpecah-pecah. Macam-macam aliran baru muncul, dan aliran-aliran ini sering terikat pada hanya satu negara atau satu lingkungan bahasa.
Aliran-aliran yang paling berpengaruh yaitu positivisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, neo-kantianisme, neo-tomisme dan fenomenologi. Tentang aliran-aliran dalam filsafat dibahas secara khusus di dalam submenu Aliran. Pada waktunya, ketujuh aliran yang berpengaruh tadi juga akan kita teliti satu persatu, karena rencananya materi halaman ini akan senantiasa diperbarui secara rutin. Sekarang ini hanya disajikan suatu pengenalan saja.
Aliran-aliran paling baru
Pada sekarang ini ada dua aliran filsafat yang mempunyai peranan besar, tetapi yang belum dapat dianggap sebagai aliran yang “membuat sejarah”, karena mereka masih terlalu baru. Kedua aliran ini adalah filsafat analitis dan strukturalisme.
• Filsafat analitis merupakan aliran terpenting di Inggris dan Amerika Serikat, sejak sekitar tahun 1950. Filsafat analitis (yang juga disebut analitic philosophy dan linguistic philosophy) menyibukkan diri dengan analisis bahasa dan analisis konsep-konsep. Analisis ini dianggap sebagai “terapi”: menurut filsuf-filsuf analitis, banyak soal falsafi (dan juga soal teologis dan ilmiah) dapat “sembuh” kalau, berkat analisis bahasa, bisa ditunjukkan bahwa soal-soal ini hanya diciptakan oleh pemakaian yang tidak sehat dari bahasa. Filsafat analitis sangat dipengaruhi oleh L. Wittgenstein
• Strukturalisme berkembang di Perancis, lebih-lebih sejak tahun 1960. Strukturalisme merupakan suatu sekolah dalam filsafat, linguistik, psikiatri, fenomenologi agama, ekonomi dan politikologi. Sturukturalisme menyelidiki “patterns” (pola-pola dasar yang tetap) dalam bahasa-bahasa, agama-agama, sistem-sistem ekonomi dan politik, dan dalam karya-karya kesusasteraan. Tokoh-tokoh terkenal dari strukturalisme antara lain Cl. Lévi-Strauss, J. Lacan dan Michel Foucault
Akhirnya, dalam sejarah filsafat kita bertemu dengan hasil penyelidikan semua cabang filsafat. Sejarah filsafat mengajarkan jawaban-jawaban yang diberikan oleh pemikir-pemikir besar, tema-tema yang dianggap paling penting dalam periode-periode tertentu, dan aliran-aliran besar yang menguasai pemikiran selama suatu jaman atau di suatu bagian dunia tertentu. Cara berpikir tentang manusia, tentang asal dan tujuan, tentang hidup dan kematian, tentang kebebasan dan cinta, tentang yang baik dan yang jahat, tentang materi dan jiwa, alam dan sejarah. Tetapi ada banyak pertanyaan dan jawaban yang selalu kembali, di segala jaman dan di semua sudut dunia. Oleh karena itu sejarah filsafat sesuatu yang sangat penting. Karena dalam sejarah filsafat seakan-akan suatu dialog antara orang dari semua jaman dan kebudayaan tentang pertanyaan-pertanyaan yang paling penting


Tag : info guru
0 Komentar untuk "sejarah filsafat barat"

Back To Top