SEPERTI APA ANAK TUNALARAS ??
tuna laras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi
dan kontrol sosial. Anak tuna laras sering disebut juga dengan anak tuna sosial
karena tingkah laku anak tuna laras menunjukkan penentangan yang terus-menerus
terhadap norma-norma masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu dan
menyakiti orang lain (Somantri, 2006). Anak tuna laras adalah anak yang
mengalami hambatan emosi dan tingkah laku sehingga kurang dapat atau mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan hal ini
akan mengganggu situasi belajarnya. Situasi belajar yang mereka hadapi secara
monoton akan mengubah perilaku bermasalahnya menjadi semakin berat (Somantri,
2006).
2.2
Ciri-ciri Anak Tuna Laras
1. mengalami beberapa jenis gangguan atau hambatan
seperti:
a. Gangguan
Emosi
Anak tunalaras yang mengalami
hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis perbuatan, yaitu:
senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan. Secara umum emosinya
menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekan dan merasa cemas
Gangguan atau hambatan terutama tertuju pada keadaan dalam dirinya. Macam-macam
gejala hambatan emosi, yaitu:
ü Gentar,
yaitu suatu reaksi terhadap suatu ancaman yang tidak disadari, misalnya
ketakutan yang kurang jelas obyeknya.
ü Takut,
yaitu rekasi kurang senang terhadap macam benda, mahluk, keadaan atau waktu
tertentu. Pada umumnya anak merasa takut terhadap hantu, monyet, tengkorak, dan
sebagainya.
ü Gugup (nervous), yaitu rasa cemas yang tampak dalam
perbuatan-perbuatan aneh. Gerakan pada mulut seperti meyedot jari, gigit jari
dan menjulurkan lidah. Gerakan aneh sekitar hidung, seperti mencukil hidung,
mengusap-usap atau menghisutkan hidung. Gerakan sekitar jari seperti mencukil
kuku, melilit-lilit tangan atau mengepalkan jari. Gerakan sekitar rambut
seperti, mengusap-usap rambut, mencabuti atau mencakar rambut. Demikian pula
gerakan-gerakan seperti menggosok-menggosok, mengedip-ngedip mata dan mengrinyitkan
muka, dan sebagainya.
ü Sikap
iri hati yang selalu merasa kurang senang apabila orang lain memperoleh
keuntungan dan kebahagiaan.
ü Perusak,
yaitu memperlakukan bedan-benda di sekitarnya menjadi hancur dan tidak
berfungsi.
ü Malu,
yaitu sikap yang kurang matang dalam menghadapi tuntunan kehidupan, mereka
kurang berang menghadapi kenyataan pergaulan.
ü Rendah
diri, yaitu sering minder yang mengakibatkan tindakannya melanggar hukum karena
perasaan tertekan.
b. Gangguan
Sosial
Anak ini mengalami gangguan atau
merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri
dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap
bermusuhan, agresip, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala,
menentang menghina orang lain, berkelahi, merusak milik orang lain dan
sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu ketenteraman dan
kebahagiaan orang lain. Beberapa data tentang anak tunalaras dengan gangguan
sosial antara lain adalah:
ü Mereka
datang dari keluarga pecah (broken home) atau yang sering kena marah karena
kurang diterima oleh keluarganya.
ü Biasa
dari kelas sosial rendah berdasarkan kelas-kelas sosial.
ü Anak
yang mengalami konflik kebudayaan yaitu, perbedaan pandangan hidup antara
kehidupan sekolah dan kebiasaan pada keluarga.
ü Anak
berkecerdasan rendah atau yang kurang dapat mengikuti kemajuan pelajaran
sekolah.
ü Pengaruh
dari kawan sekelompok yang tingkah lakunya tercela dalam masyarakat.
ü Dari
keluarga miskin.
2. Menurut berat-ringannya kenakalan
Ada beberapa kriteria yang dapat
dijadikan pedoman untuk menetapkan berat ringan kriteria itu adalah:
ü Besar
kecilnya gangguan emosi, artinya semikin tinggi memiliki perasaan negative
terhadap orang lain. Makin dalam rasa negative semakin berat tingkat kenakalan
anak tersebut. Frekwensi tindakan, artinya frekwensi tindakan semakin sering
dan tidak menunjukkan penyesalan terhadap perbuatan yang kurang baik semakin
berat kenakalannya.
ü Berat
ringannya pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dapat diketahui dari sanksi
hukum.
ü Tempat/situasi
kenalakan yang dilakukan artinya Anak berani berbuat kenakalan di masyarakat
sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan apabila di rumah.
ü Mudah
sukarnya dipengaruhi untk bertingkah laku baik. Para pendidikan atau orang tua
dapat mengetahui sejauh mana dengan segala cara memperbaiki anak. Anak “bandel”
dan “keras kepala” sukar mengikuti petunjuk termasuk kelompok berat.
ü Tunggal
atau ganda ketunaan yang dialami. Apabila seorang anak tunalaras juga mempunyai
ketunaan lain maka dia termasuk golongan berat dalam pembinaannya.
2.3
Klasifikasi Anak Tuna Laras
Secara
garis besar anak tuna laras dapat diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami
kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan anak yang
mengalami gangguan emosi. Sehubungan dengan itu, William M.C (William.M. C.,
1975 ) mengemukakan kedua klasifikasi tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Anak
yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial
(Socially Malasjusted Children):
a.
The Semi-socialize child, anak yang
termasuk dalam kelompok ini dapat mengadakan hubungan sosial tetapi terbatas
pada lingkungan tertentu. Misalnya: keluarga dan kelompoknya. Keadaan seperti
ini datang dari lingkungan yang menganut norma-norma tersendiri, yang mana
norma tersebut bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat. Dengan
demikian anak selalu merasakan ada suatu masalah dengan lingkungan di luar
kelompoknya.
b.
Children arrested at a primitive
level of socialization, anak pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya,
berhenti pada level atau tingkatan yang rendah. Mereka adalah anak yang tidak
pernah mendapat bimbingan kearah sikap sosial yang benar dan terlantar dari
pendidikan, sehingga ia melakukan apa saja yang dikehendakinya. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya perhatian dari orang tua yang mengakibatkan
perilaku anak di kelompok ini cenderung dikuasai oleh dorongan nafsu saja.
Meskipun demikian mereka masih dapat memberikan respon pada perlakuan yang
ramah.
c.
Children with minimum socialization
capacity, anak kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar
sikap-sikap sosial. Ini disebabkan oleh pembawaan/kelainan atau anak tidak
pernah mengenal hubungan kasih sayang sehingga anak pada golongan ini banyak
bersikap apatis dan egois.
2. Anak
yang mengalami gangguan emosi (Emotionally Disturbed Children), terdiri dari:
a. Neurotic
Behavior, anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain akan
tetapi mereka mempunyai masalah pribadi yang tidak mampu diselesaikannya.
Mereka sering dan mudah dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan cemas, marah,
agresif dan perasaan bersalah. Disamping itu kadang mereka melakukan tindakan
lain seperti mencuri dan bermusuhan. Anak seperti ini biasanya dapat dibantu
dengan terapi seorang. Keadaan neurotik ini biasanya disebabkanoleh sikap
keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta pengaruh
pendidikan yaitu karenakesalahan pengajaran atau juga adanya kesulitan belajar
yang berat.
b.
Children with psychotic processes,
anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga memerlukan
penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang dari kehidupan yang
nyata, sudah tidak memiliki kesadaran diri serta tidak memiliki identitas diri.
Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh gangguan pada sistem syaraf sebagai
akibat dari keracunan, misalnya minuman keras dan obat-obatan.
2.4
Faktor
Penyebab Tuna Laras
Ada beberapa faktor penyebab tunalaras.
Daniel P. Hallahan, dkk (2009: 270), menuliskan “the causes of emotional or
behavioral disorders have been attributed to four major factors: biological
disorders and diseases; pathological family relationship; undesirable
experiences at school; and negative cultural influences.” Dari keterangan Daniel P. Hallahan,
dkk tersebut terdapat empat faktor utama yang menjadi penyebab ketunalarasan
yaitu faktor biologis, patologis hubungan keluarga, pengalaman tidak
menyenangkan di sekolah, dan pengaruh lingkungan ata budaya yang negatif atau
buruk. Berikut ini penjelasan dari keempat faktor-faktor yang menjadi penyebab
ketunalarasan tersebut.
1.
Faktor Biologi
Perilaku dan emosi
seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam diri sendiri. Faktor
tersebut yaitu “keturunan (genetik), neurologis, faktor biokimia atau kombinasi
dari faktor-faktor tersebut” (Triyanto Pristiwaluyo, 2005). Faktor biologi dapat
terjadi ketika anak mengalami keadaan kurang gizi, mengidap penyakit, psikotik,
dan trauma atau disfungsi pada otak. Dapat juga dipemgaruhi oleh riwayat
kehamilan dengan eklampsia, pendarahan antepartum, fatal distres, bayi lahir
dengan berat badan rendah, serta pengaruh ibu merokok dan minum alkohol saat
hamil.
2.
Faktor Keluarga
Faktor dari keluarga
yang dimaksud adalah adanya patologis hubungan dalam keluarga. Menurut Triyanto
Pristiwaluyo (2005), “tanpa disadari hubungan dalam keluarga yang sifatnya
interaksional dan transaksional sering menjadi penyebab utama permasalahan
emosi dan perilaku pada anak.” Pengaruh dari peraturan, disiplin, dan
kepribadian yang dicontohkan atau ditanamkan dari orangtua sangat memengaruhi
perkembangan emosi dan perilaku anak. Dampak dari konflik keluarga,sosial
ekonomi keluarga yang tidak memadai, jumlah keluarga yang terlalu besar, orang
tua terkena kasus kriminal, anak yang diasuh di penitipan, dan sebagainya.
3.
Faktor Sekolah
Ada beberapa anak
mengalami gangguan emosi dan perilaku ketika mereka mulai bersekolah.
Pengalaman di sekolah mempunyai kesan dan arti penting bagi anak-anak.
Glidewell, dkk (1966) dan Thomas, dkk (1968) dalam Triyanto Pristiwaluyo
(2005), mengungkapkan bahwa “kompetensi sosial ketika anak-anak saling berinteraksi
dengan perilaku dari guru dan teman sekelas sangat memberi kontribusi terhadap
permasalahan emosi dan perilaku.” Ketika seorang anak mendapat respon negatif
dari guru dan teman sekelasnya saat mengalami kesulitan dan kurang keterampilan
di sekolah tanpa disadari anak terjerat dalam interaksi negatif. Anak akan
berada dalam keadaan jengkel dan tertekan yang diakibatkan dari tanggapan yang
diterimanya baik dari guru maupun teman sekelasnya.
4.
Faktor Budaya
Daniel P. Hallahan, dkk
(2009), menuliskan “values and
behavioral standards are communicated to children through a variety of cultural
condition, demands, prohibition, and models.” Yang dimaksudkan adalah standar
nilai-nilai perilaku anak didapat melalui tuntutan-tuntutan maupun
larangan-larangan, dan model yang disajikan oleh kondisi budaya. Beberapa
budaya dapat memengaruhi perkembangan emosi dan perilaku anak misalnya saja
contoh tindak kekerasan yang diekspose media (telivisi, film, maupun internet),
penyalahgunaan narkoba yang seharusnya sebagai obat medis dan penenang, gaya
hidup yang menjurus pada disorientasi seksualitas dan korban kecelakaan.
2.5
Perbedaan Anak Yang Aktif Dan Hiperaktif (tunalaras)
Anak
yang aktif dengan hiperaktif mempunyai beberapa kesamaan dalam tingkah lakunya,
namun keduanya ini tidaklah sama. Dimana kedua anak ini selalu bergerak seolah
memiliki energi yang tak ada habisnya. Namun sebenarnya ada beberapa hal yang
membedakan anak yang aktif dan hiperaktif.
Pada
anak yang aktif, otaknya normal tanpa gangguan, hanya saja energi yang
berkumpul berlimpah dan si kecil berkeinginan untuk selalu bergerak sehingga ia
mempunyai mobilitas yang cukup tinggi dibanding anak yang lain. Sementara anak
yang hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal, disebabkan
disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian.
Hiperaktif merupakan turunan dari ADHD. Gangguan itu disebabkan kerusakan kecil
pada sistem saraf pusat dan otak. Sehingga rentang konsentrasi penderita
menjadi sangat pendek dan sulit dikendalikan. Ada juga penyebab lainnya seperti
temperamen bawaan, pengaruh lingkungan, malfungsi otak secara epilepsi. Bisa
juga kondisi gangguan dikepala seperti geger otak, trauma kepala karena
persalinan sulit atau pernah terbentur, infeksi, keracunan, gizi buruk dan
alergi makanan. Untuk membedakan anak aktif dan hiperaktif dapat dilihat dari
ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Anak
aktif
a.
Fokus
Anak
aktif memiliki kemampuan kuat untuk memfokuskan perhatian anak cenderung
melakukan problem solfi dengan baik. Sikap menentang terhadap anak aktif tidak
sekuat anak hiperaktif. Dia masih bisa
diberi tahu dan dapat mematuhinya dengan baik. Misalnya, ketika dilarang untuk
tidak merusak mainanan temannya dengan memberikan alasannya anak akan berusaha
mematuhi.
b.
Konstruktif
Anak
aktif akan berusaha melakukan hal sesuai permintaan. Anak aktif umumnya
memiliki mobilitas ketika merasa lelah dia akan menghentikan kegitannya dan
beistirahat. Anak aktif mempunyai kesabaran lebih tinggi dibanding anak
hiperaktif. Anak aktif juga cenderung mempunyai inleteltualitas tinggi sehingga
cenderung menjadi anak yang cerdas. anak ini juga memiliki tenaga, rasa ingin
tahu, dan kesempatan yang lebih besar untuk mengetahui hal yang baru. Sebaiknya
kesempatan ini dimanfaatkan orang tua untuk menstimulasi anak dengan
sebaik-baiknya.
2.
Anak
Hiperaktif
a.
Tidak
Fokus
Anak hiperaktif tidak bisa
berkonsentrasi lebih dari 5 menit, ia tidak bisa diam dalam waktu lama dan
mudah teralihkan perhatiannya terhadap hal lain. anak hiperaktif cenderung
berperilaku inklusif seperti selalu ingin meraih dan memegang apa yang ada
didepannya. Anak dengan gangguan hiperaktif tidak memiliki fokus jelas ia
bicara semaunya berdasarkan apa yang ingin diutarakan tanpa ada maksud jelas
sehingga kalimatnya sering kali sulit dipahami. Demikian pula interaksinya
denga orang lain cenderung tidak mampu melakukan sosialisasi dengan baik. Sikap
anak ini umumnya penentang-pembangkang atau tidak mau dinasehati. misalnya,
anak akan marah jika dilarang dan penolakannya juga ditunjukkan dengan sikap
acuh.
b. Destruktif
Perilaku sihiperaktif bersifat merusak.
Misalnya, dalam menyelesaikan suatu label anak bukan menyelesaikannya tetapi
anak malah mengahncurkan mainan yang usdah rapi. Anak ini tidak pernah
menunjukkan sikap lelah, sepanjang hari ia akan selalu bergerak kesana kemari,
lompat, lari, berguling dan sebagainya. Anak ini melakukan kegiatan tanpa
memiliki tujuan yang jelas, tidak sabar dan usil. Misalnya, tiba-tiba memukul,
mendorong dan sebagainya meskipun tidak ada pemicu yang harus membuat anak
melakukan hal seperti itu. intelektualitas anak rendah dibawah rata-rata anak
nomal lainnya. Karena secara psikologis mentalnya sudah terganggu sehingga ia
tidak bisa menjukkan kemampuan kreatifnya.
2.6
Perlakuan Orang Tua Terhadap Anak Hiperaktif (tunalaras)
a.
Menerima
dengan ikhlas
Segala sesuatu telah ditentukan oleh
yang maha kuasa, jika Allah menguji kita dengan hadirnya anak dengan gangguan
hiperaktif, itu tandanya Allah tahu kalau kita mapu dan dapat mengatasi serta
mendidik anak dengan sebaik-baiknya.
b.
Cenderung
memiliki kecerdasan yang luar biasa
Para ibu sering berkutat pada kesedihan
dan kekecewaan terhadap putra/i nya. Tapi ia tidak mau melihat bahwa anak-anak
dengan gangguan hiperaktif ternyata memiliki kecerdasan yang luar biasa, tugas
ibu lah yang menggali dan mencari kecerdasan itu.
c.
Ajarkan
kedisiplinan
Anak yang hiperaktif cenderung tidak
disiplin, mereka tidak mau tenang, dan cenderung membangkang serta tidak patuh
pada aturan. Nah jika demikian maka orang tua harus buat perjanjian agar anak
berlatih disiplin.
d.
Tidak
menghukumnya secara berlebihan
Bukan salah anak jika ia hiperaktif,
sehingga ketika anak membuat masalah orang tua harus melatih anak dengan baik
dan benar tanpa adanya kekerasan.
e.
Lebih
banyak bersabar
Ini adalah tuntutan utama bagi para
orang tua. Tanpa kesabaran maka anak tidak akan dapat ditangani, dan akan
menimbulkan masalah yang lebih banyak.
f.
Menjaga
komunikasi dan biarkan ia merasakan kasih sayang dari orang tua
Ketika anak melihat dan merasakan
perhatian yang diberikan orangtuanya dan memang perlu diakui, bahwa menjalin
komunikasi dengan anak yang hiperaktif ini harus senantiasa, sehingga
diusahakan setiapa menit kita harus mengajaknya untuk berkomunikasi. Bukan
memanjakan anak, tapi perhatian terhadap anak-anak yang hiperaktif memang harus
lebih banyak dibandingkan saudaranya yang normal.
2.7
Layanan Yang Dapat Dilakukan Bagi Anak Tunalaras
a. Mengurangi atau menghilangkan kondisi
yang tidak menguntungkan yang menimbulkan adanya gangguan perilaku. Seperti:
ü Guru yang tidak sensitif dengan
kepribadian anak.
ü Harapan guru yang tidak wajar.
ü Pengelolaan belajar yang tidak
konsisten.
ü Pengajaran keterampilan yang tidak
relevan atau nonfungsional.
ü Model dan contoh yang tidak baik daru
guru dan teman sebaya.
b. Menentukan model dan teknik pengajaran
ü Model pendekatan seperti:
·
model
biogenetic yaitu dengan pengobatan, diet, olah raga dan mengubah lingkungannya.
·
Model
behavioral (tingkah laku) yaitu melatih anak berinteraksi dengan lingkungan
tempat tinggal dan tempat belajar.
·
Model
psikodinamika yaitu: menggabungkan usaha membantu anak dalam mengekspresikan
dan mengendalikan perasaannya.
·
Model
ekologis yaitu: mengubah persepsi orang dewasa terhadap anak atau memodifikasi
persepsi anak dengan lingkungannya.
ü Teknik pendekatan dapat berupa:
·
Perawatan
dengan obat atau melakukan pengobatan.
·
Modifikasi
perilaku dengan memberikan pujian bagi anak ketika berhasil melakukan tugasnya.
·
Strategi
psikodinamika dengan membantu anak menjadi sadar akan kebutuhannya.
·
Strategi
ekologi dengan menciptakan lingkungan yang baik.
Tag :
info guru
0 Komentar untuk "Seperti apa anak Tunalaras ?"